Maraknya perburuan harimau: jangan tunggu hukum alam yang bertindak

Posted by YZN Kickass! | Posted in | Posted on 01.55



Oleh: Iwan Setiawan


Jakarta (07/10)-Lemahnya tindakan hukum bagi pelaku perburuan dan penjualan organ tubuh Harimau Sumatera, telah mengancam keberadaan hewan langka ini. Padahal kepunahannya,kelak akan mengancam kehidupan manusia.


Dalam berbagai cerita maupun kehidupan keseharian, harimau digambarkan sebagai si raja hutan yang “buas” dan siap menerkam mangsanya, termasuk manusia Namun kini, penggambaran itu sudah tidak relevan lagi. Harimau Jawa dan harimau Bali, akibat "kebuasan" manusia, hanya bisa ditemukan di Museum Zoologi, Bogor. Yang tersisa hanya harimau Sumatra yang kini populasinya pun kurang dari 400 ekor.


Fakta pilu ini salah satunya disebabkan oleh maraknya kasus perburuan dan perdagangan organ tubuh harimau. Tercatat selama kurang lebih lima tahun terakhir, rata-rata tujuh ekor harimau Sumatera setiap tahunnya mati di Riau karena perburuan dan lima ekor karena konflik dengan manusia.


Kasus perburuan harimau yang terhangat adalah yang baru-baru ini terjadi Payakumbuh, Sumatera Barat. Pada bulan Maret 2011, Afandi, 49 tahun, seorang penadah kulit harimau tertangkap tangan sedang menjual satu lembar kulit harimau yang dihargainya Rp 125 juta. Menurut pengakuannya, Ia mendapatkan kulit tersebut seharga Rp 25 juta/lembar. Setelah menjalani enam kali persidangan, penadah itu hanya dituntut 3 tiga tahun penjara dengan denda Rp 3 juta.


Staf Senior Hukum dan Kebijakan WWF-Indonesia , Retno Setiyaningrum menyebutkan, hukuman tersebut dinilai tidak sebanding dengan keuntungan yang diterima pelaku selama bertahun-tahun berdagang kulit harimau. Menurut Retno, satu kali transaksi, seorang penadah kulit harimau dapat meraup untung hingga Rp 150 juta. "Dakwaan yang sangat rendah ini menyebabkan tidak ada efek jera bagi pelaku," imbuhnya.


Padahal menurut Retno, dalam pasal 40 ayat (2) Undang-undang nomer 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, penadah diancam hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 100 juta.


Sementara Koordinator Tiger Protection Unit WWF-Indonesia, Osmantri mengatakan bahwa saat ini terdapat beberapa faktor yang mengancam keberadaan harimau Sumatera. Pertama, sistem penjagaan yang masih jauh dari standar, penjualan bebas bagian tubuh harimau seperti kulit, taring, kuku, dan tulangnya yang dipercaya memiliki nilai magis bagi sebagian masyarakat, dan yang ketiga adalah cara pandang “Sayang terhadap hewan langka yang salah.”


“Menganggap bahwa harimau lebih baik dipelihara sebagai hewan peliharaan daripada hidup di alam liar dan mengoleksi kulit atau taring sebagai wujud sayang pada Harimau, merupakan anggapan dan kebiasaan yang justru mengancam populasi harimau yang ada, “ungkapnya.


Hal serupa juga disampaikan oleh Koordinator Konservasi Species WWF-Indonesia Chaerul Saleh. “Masyarakat menjadikan bagian tubuh harimau sebagai cinderamata dan tanda penghormatan yang dapat diberikan kepada orang lain. Sungguh cara menyayangi dan menghormati harimau yang keliru,”tegasnya.


Lebih jauh lagi Chaerul menambahkan, penanggulangan perburuan dan penjualan organ tubuh harimau seharusnya menjadi perhatian semua pihak. Sewajarnya hukum ekonomi, jika tidak ada permintaan dari masyarakat, maka penawaran terhadap organ tubuh harimau pun tidak akan ada.


Sebagai puncak rantai makanan dan peredam ledakan populasi hewan-hewan yang ada di tingkatan rantai makanan di bawahnya, jika harimau punah, maka tentu saja keseimbangan alam pun akan terancam. Hal ini telah terjadi di beberapa daerah, yang berakibat rusaknya lahan masyarakat oleh babi hutan serta ancaman lain yang pada akhirnya berdampak buruk pada kehidupan manusia. Ketika hukum formal tak menghalangi, jangan tunggu hukum alam yang bertindak.

Sumber: http://www.wwf.or.id/berita_fakta/berita_fakta/?23280/Pernyataan-WWF-Indonesia-terkait-berita-pembantaian-orangutan-di-Kaltim

Comments (1)

The number of Sumatran tigers are estimated to live in TNKS range 145-165 tail. Increased hunting is certainly very threaten the sustainability of this endemic species.
suksestoto

Posting Komentar